Fahri,
yang kini tinggal di Edinburgh dan bahkan menjadi pendidik di
University of Edinburgh, terpaksa menjalani kehidupan sehari-harinya
sendirian. Bersama dengan Paman Hulusi, pembantu rumah tangganya yang
berdarah Turki, ia meneruskan kehidupannya tanpa Aisha.
Terkadang Fahri masih saja menangis saat mengingat
kenangan-kenangannya bersama Aisha. Kenyataan bahwa isteri yang sangat
dicintainya itu kini menghilang entah kemana, membuatnya sedih dan
hampir putus asa. Maka ia menghabiskan hari-harinya dengan
menenggelamkan diri dalam kesibukan pekerjaan, penelitian, mengajar, dan
bisnes yang dulu dikelola berdua bersama Aisha.
Aisha menghilang dalam sebuah perjalanan ke Palestina
bersama teman wanitanya saat ingin membuat cerita dan laporan tentang
kehidupan di sana. Teman Aisha ditemukan dalam keadaan sudah kehilangan
nyawa dan kondisi tubuh yang menyedihkan dan sangat mungkin kondisi
Aisha juga sama meski tubuhnya belum ditemukan saat ini.
Sudah lebih dari dua tahun Fahri berduka dan
tenggelam dalam usaha pencarian isteri yang sangat dicintainya itu. Ia
pun pindah ke Edinburgh karena itulah kota yang sangat disukai Aisha di
dataran Inggris. Dengan menyibukkan dirinya, ia berusaha menyingkirkan
rasa sedihnya sekaligus memperbaiki citra Islam dan muslim di negeri
dunia pertama itu. Ia berbuat baik pada tetangganya, menyebarkan ilmu
agama pada berbagai pihak, dan membantu orang-orang yang butuh
bantuannya tanpa memandang bulu.
Berbagai kegiatan menyibukkan dirinya, hingga sebuah
pertanyaan mengusik datang dari berbagai pihak. Akankah ia membujang
seumur hidup setelah ditinggal Aisha? Akankah ia bertemu dengan
isterinya itu sekali lagi?
|
No comments
Post a Comment